INDRAMAYU, Patroliunit 1.com - Minimnya Pengawasan Jadi Sorotan Rekonstruksi Jalan Pecuk-Waledan di Cantigi, Indramayu, pantauan awak media patroliunit 1.com – Kamis 6 November 2025, 13:30 WIB. Rekonstruksi Jalan Pecuk-Waledan, tepatnya di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu,jawa barat. Yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Indramayu melalui Dinas PUPR, telah berjalan lebih dari satu bulan. Proyek ini menelan anggaran sebesar Rp 4.746.590.000,00 (empat miliar tujuh ratus empat puluh enam juta lima ratus sembilan puluh ribu rupiah). Proyek betonisasi/rigid dikerjakan tak sesuai aturan Spek dan RAB (Rancangan Anggaran Belanja).
Proyek jalan ini dikerjakan oleh CV Adiloka Khatulistiwa sebagai kontraktor pelaksana, dengan pengawasan dari CV Adyatama Karya Abadi selaku konsultan pengawas. Namun, pantauan media menunjukkan bahwa pengawasan di lapangan sangat minim. Pantauan dari media Patroliunit 1.com – kamis 6 November 2025 Pelaksana proyek maupun pengawas dari dinas PUPR Indramayu dan konsultan tidak ada dilapangan kerja, tidak terlihat di lokasi proyek. Rigid, Saat awak media patroliunit 1.com - meninjau lokasi, Kamis 7 November 2025.
Tampak banyak bagian jalan yang baru dicor beton sepanjang jalan yang mau di cor tidak ada metrial batu besos untuk kepling, jadi proyek tersebut sepanjang jalan didak ada keplingan , seharusnya di kepling lalu di selender biar rata ,itu asal di tutup sama alat plastik agar jangan ketauan kepada orang dinas aatau warga yang mengerti, itu sudah parah proyek beton tersebut, sudah mengalami patah dan retak –retak Kondisi ini akibatnya pengecoran jalan tidak di kasih kepling , jadi hasilnya buruk sudah banyak yang retak –retak , lalu saat itu memunculkan pertanyaan serius dari masyarakat setempat, mengenai kualitas beton yang digunakan dalam proyek tersebut dikerjakan asal jadi saja.
Pekerja Berdasarkan pengamatan langsung, jalan yang sudah dicor beton banyak mengalami keretakan panjang. Jangankan pengawas, para pekerja pun tampak melaksanakan kegiatan tanpa pengawasan ketat dari pihak terkait. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pekerjaan dilakukan asal-asalan. Selain itu, banyak pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai. Beberapa pekerja tidak memakai sepatu, helm, rompi, maupun sarung tangan. Kondisi ini sangat berisiko terhadap keselamatan tenaga kerja selama proyek berlangsung. Ketika ditanya, para pekerja menyampaikan bahwa pelaksana proyek sedang ke Bandung. Mereka sendiri tidak mengetahui tujuan perjalanan pelaksana tersebut, sehingga pengawasan di lapangan menjadi sangat terbatas. (Atin Supriatin)




